Assalamu’alaikum wr. wb.
Marhaban ya ramadhan...
27 Juni 2014 kemarin Astronomy Club Himafi Neutron bersama Jember Astronomy Club (JASTRO) mengikuti pengamatan Hilal (Rukyatul Hilal) di pantai Kalbut, Situbondo. Pantai yang menghadap langsung ke arah barat laut ini menyuguhkan pemandangan matahari terbenam yang luar biasa. Perjalanan kami dimulai dari pukum 13:45 WIB, kami memulai perjalanan dari gedung KAUJE Universitas Jember. Kami sampai di Pantai Kalbut, Situbondo pukul 15:30 WIB dan mampir ke sebuah masjid di dekat pantai untuk menunaikkan ibadah sholat Ashar terlebih dahulu. Usai melaksanakan sholat ashar, perjalanan berlanjut ke bibir pantai Kalbut dengan melewati area perkampungan tambak ikan laut. Sesampainya di bibir pantai ternyata sudah banyak peserta rukyatul hilal yang berkumpul disana. Mulai dari pemuka masyarakat umum setempat, mahasiswa, sampai organisasi masyarakat islam daerah Situbondo, bondowoso, Banyuwangi dan Jember. Disana kami bertemu dengan beberapa mahasiswa dari STAIN Jember, mereka sedang melaksanakan tugas kuliah Ilmu Falaq. Berhubung kami hanya membawa filter matahari untuk rukyatul hilal, maka kami memutuskan untuk ikut bergabung bersama tim rukyatul Hilal STAIN Jember.
Pada
saat itu hilal berada tepat pada titik 2880 45’ atau tepat berada
pada posisi 180 45’ bagian kanan dari arah barat. Sedangkan
ketinggiannya sekitar 0,50 (0,31) saja. Pengamatan yang dilakukan
bersama teman-teman Tim rukyatul Hilal STAIN Jember ini menggunakan 4 cara
yakni:
1. Peta Rukyat
Peta rukyat merupakan peta dasar yang
harus dibuat untuk mengetahui posisi hilal secara tepat. Hal yang pertama yang
harus dilakukan adalah membuat garis sumbu dati arah utara dan selatan dengan
menggunakan bantuan penggaris dan kompas, posisi ini merupakan garis arah utara
magnet. Selanjutnya, berdasarkan posisi dan ketinggian dari pantai Kalbut,
Situbondo, titik utara sejati bumi saat itu berada tepat pada 10 22’
dari arah utara magnet. Maka berdasarkan hal tersebut, garis kedua pun dibuat
sebagai sumbu arah sejati. Selanjutnya dengan menggunakan busur dibuat garis
yang ditaris dari timur ke barat yang tegak lurus dengan sumbu arah sejati.
Karena sebelumya telah diketahui bahwa hilal pada saat itu diketahui berada
pada pada titik 2880 45’ atau tepat berada pada posisi 180
45’ bagian kanan dari arah barat, maka garis pun dibuat 180 45’ dari
arah barat. Pada akhirnya, arah yang menunjukkan posisi hilal pun terbentuk dan
dapat digunakan sebagai patokan pengamatan dengan berbagai alat lainnya.
2. Raba’
Raba’ berasal dari kata Raba’ah (Arba’ah) yang
berarti seperempat. Alat ini memang merupakan alat pengamatan hilal yang
berbentuk seperempat lingkaran. Alat ini digunakan untuk mengetahui posisi berdasarkan
ketinggian hilal pada saat itu. Langkah yang harus dilakukan menggunakan alat
ini adalah, pertama dengan membuat peta rukyah terlebih dahulu. Kemudian
letakkan kaki depan Raba’ menghadap arah hilal yang telah ditentukan,
selanjutnya Raba’ dikalibrasi dengan menepatkan posisi Raba’ secara tegak.
Untuk mengetahui posisi Raba’ telah pada posisi 0 dengan menggunakan benang
yang diberi bandul pada sisi muka Raba’. Bila benang tersebut telah menunjukkan
arah 0 tepat maka posisi Raba’ telah tegak. Sebelumnya telah diketahui bahwa
posisi hilal tepat berada pada ketinggiannya sekitar 0,50 (0,31).
Maka raba diputar sedikit sehingga benang berpembandul tadi menunjukkan angka
0,5. Kita dapat mengamati hilal dengan mengitai dari ujung Raba’ yang mengarah
ke Hilal secara lurus.
3. Gawang
Berupa tiang dengan lubang kotak diatasnya yang berbentuk seperti gawang. Bila kita telah mengetahui arah dan posisi hilal, maka kita dapat memperkirakan dimana hilal tersebut berkemungkinan untuk muncul dan terlihat dengan gawang tersebut.
4. Theodolite
Dari sekian alat tadi, alat yang paling
modern digunakan adalah alat ini. Alat ini berfungsi untuk melihat lebih dekat
posisi hilal. Karena alat ini berfungsi layaknya teropong.
Selain
menggunakan ke’empat cara diatas, rukyatul hilal juga didukung dengan adanya
GPS guna mengetahui posisi, ketinggian maupun letak koordinat lokasi rukyatul
hilal pada saat itu. Sebenarnya pada saat itu para ormas juga menyiapkan sebuah
teropong khusus untuk mengamati hilal lebih jelas, namun teropong tersebut
hanya boleh digunakan untuk orang-orang tertentu yang diizinkan saja.
Pukul
17:15 hilal diperkirakan berada pada posisi puncaknya yakni dengan ketinggian
0,50 (0,31) dalam waktu 2 menit. Namun karena mendung di arah barat
yang lumayan tebal dan kemampuan mata manusia yang hanya bisa melihat hilal
miniman berada pada posisi 20 saja, maka hilal pada saat itu tidak
dapat dilihat oleh para tim rukyatul hilal yang berada di pantai kalbut,
Situbondo. Dan ternyata dari 63 titik pengamatan hilal yang tersebar dari
sabang sampai merauke tidak ada satupun yang dapat melihat hilal.
Oleh
karena tersebut, sidang isbat yang dilaksanakan usai pengamatan menyimpulkan
bahwa 1 Ramadhan 1435 H jatuh pada tanggal 29 Juni 2014 yakni 1 hari lebih
lambat dibandingkan dengan hasil hisab oleh Muhammadiyah yang menyatakan bahwa
1 Ramadhan 1435 H jatuh pada tanggal 28 Juni 2014.
Perbedaan awal puasa ini harusnya disikapi secara bijak oleh masyarakat dan para ormas islam di Indonesia. perbedaan seperti ini juga pernah terjadi pada awal radhan tahun lalu. Jadi perbedaan bukanlah alasan untuk menciptakan perpecahan apalagi didalam satu tubuh yakni islam, namun harusnya menjadi pemersatu umat islam di Indonesia.
Oleh karena itu segenap Keluarga Besar Astronomy Club Himafi Neutron dan Jember Astro Club (JASTRO) mengucapkan selamat menunaikkan ibadah puasa bagi teman-teman sekalian yang menjalankannya, semuga menjadi awal perbaikan diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Ditulis Oleh RISTEK HIMAFI Neutron
0 komentar:
Posting Komentar